Semoga kisah dibawah ini dapat
memberikan kita pelajaran yang berharga dalam menjalani hidup...!
Mungkin inilah kisah yang tidak akan
pernah aku lupakan. Aku bekerja dan menetap di salah satu kota di Kalimantan.
Aku menikah pada waktu usiaku 26 tahun. Aku bertemu dengan istri yang sangat
aku sayangi sekaligus ku kagumi. Ia adalah seorang guru honorer di salah satu
Sekolah Dasar di Kotaku. Seperti biasa sebelum ke kantor tempat aku bekerja,
aku selalu mengantar keponakanku ke sekolah. Saat itulah aku bertemu dengan
sosok wanita cantik yang kelak menjadi istriku. Entah mengapa aku mulai jatuh
hati padanya, karena ia wanita tertutup aku mulai mencari tahu tentang dirinya
pada teman-temannya sesama guru di sekolah tersebut.
Menurut teman-temannya ia belum punya
pacar karena sampai saat ini ia tak pernah sekalipun jalan dengan laki-laki
lain. Aku merasa punya peluang yang besar untuk memiliknya. Namun, aku tidak
tahu harus bagaimana mengungkapkan perasaanku padanya, karena setiap bertemu ia
tak pernah memandangku. Ia selalu menundukkan kepalanya saat aku berpapasan
dengannya. Hal itulah yang membuatku semakin penasaran padanya.
Suatu ketika aku bertemu dengannya,
dan akupun memberi salam. Ia menjawab salamku tanpa memandangku. Aku lalu
memperkenalkan diriku dan tanpa basa-basi lagi ku utarakan maksudku dan
perasaanku selama ini. Setelah mendengar apa yang ku katakan, ia hanya menjawab
“ kalau mas serius ingin melamarku, ajaklah orang tua mas untuk melamarku”,
lalu ia berlalu tanpa melihatku.
Seumur hidup aku belum pernah
bertemu dengan wanita seperti ini. Aku adalah seorang pria dengan kehidupan
beragama yang biasa saja sedang ia adalah seorang wanita yang taat beragama.
Hari itupun tiba, kami menikah dengan tanpa melalui proses pacaran. Setelah
menikah, hari-hari ku lalui dengan penuh bahagia. Aku mendapatkan seorang istri
yang soleha bahkan ia selalu mengingatkanku agar tidak lupa menjalankan
kewajibanku sebagai seorang muslim. Ia melayaniku seperti seorang pangeran,
bahkan kami pacaran setelah menikah.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu
cepatnya, kami pun diberi sepasang anak kembar oleh Yang Maha Kuasa, seorang
anak laki-laki dan perempuan. Karena anak kami kembar aku minta kepada istriku
untuk berhenti menjadi guru dan fokus terhadap kedua buah hati kami. Hari-hari
berlalu seperti biasa, dan hari itupun tiba. Aku merasa kalau istriku tidak
menyayangiku seperti dulu, sepertinya ia lebih mengutamakan kedua anak kami
daripada aku. Tapi aku selalu mencoba untuk tidak berpikir demikian, akan
tetapi hal tersebut selalu menghantuiku. Dulu ia selalu menyiapkan pakaian dan
sarapan sebelum ke kantor. Tapi sekarang ia lebih sibuk mengurus kedua anak
kami.
Hingga suatu hari aku berkata
padanya kalau ia telah berubah. Aku utarakan semua apa yang ada dalam hatiku
padanya. Mendengar ucapanku, ia meminta maaf karena telah membuat hatiku sedih.
Ia terlalu sibuk mengurus kedua anak kami sehingga tak sempat memberi perhatian
padaku. Sebenarnya aku sangat menyesal mengatakan ini padanya, karena aku tahu
mengurusi anak sangatlah susah apalagi anak kami kembar.
Suatu hari aku ditimpa masalah di
kantor, sesampainya dirumah aku melihat istriku sedang menenangkan kedua anak
kami yang menangis bersamaan. Aku hanya berlalu dan menuju dapur, dan alangkah
marahnya aku setelah ku dapati makanan yang tersaji adalah sisa makanan
semalam. Aku pergi menemui istriku dan langsung memarahinya. Emosiku tak dapat
kukendalikan, aku memaharinya bahkan mengatakan kalau ia istri yang tidak
becus.
Ku luapkan semua emosiku padanya,
aku juga bilang padanya kalau ia tak mampu mengurusi anak dengan baik. Ia
tak bisa menjadi ibu sekaligus istri yang baik. Aku juga katakan padanya
kalau diluar sana ada banyak ibu rumah tangga yaang mampu mengerjakan pekerjaan
rumah sekaligus mengurusi anak. Hanya dasar kau memang wanita yang manja,
itulah yang ku katakan padanya.
Dengan perlahan ia berkata padaku, “Maafkan
aku Mas jika telah membuatmu kecewa. Dan maafkan aku kalau kali ini aku
membantahmu. Maaf kalau aku tidak bisa memberimu perhatian seperti dulu. Maaf
kalau aku kadang tidak bisa menyiapkan pakaian kerja untukmu. Maaf kalau
aku lebih mengutamakan anak kita ketimbang menyiapkan makan siang untuk Mas.
Sebenarnya aku bingung Mas, harus mendahulukan siapa, karena Mas adalah suamiku
sedang anak-anak kita juga butuh kasing sayangku. Selama ini mas hanya selalu
menyalahkanku tapi tidak pernah membantuku mengurusi anak kita. Sejak pagi anak
kita menangis dan badannya panas. Aku sudah menelpon Mas tapi tidak diangkat.
Aku khawatir Mas, itulah sebabnya aku belum sempat memasak makan siang untuk
Mas”.
Mendengar ucapannya, aku lantas
mengatakan kalau tugasku hanya mencari nafkah dan mengurusi rumah dan anak
adalah tugas seorang istri. Aku capek mencari nafkah lalu mendapati istri yang
tidak becus dalam mengurus rumahtangga.
Dengan berlinang air mata
istriku berkata,” selama ini Mas hanya ingin di mengerti tapi tidak pernah
mengerti dengan keadaanku. Kalau aku sedang mencuci pakaian atau lagi masak,
dan anak kita menangis, Mas tidak pernah membantuku menenangkan mereka. Mas
hanya mengambil bantal dan menutup telinga Mas agar tidak mendengar tangisan
mereka. Saat Mas sudah terlelap tidur, aku bahkan masih terjaga karena anak
kita menangis. Sebelum Mas bangun aku sudah harus bangun mengurusi anak kita
dan menyiapkan Mas pakaian dan sarapan. Disiang hari aku harus mengerjakan
semua pekerjaan rumah sekaligus menjaga anak kita. Aku istrimu mas, bukan
pembantu dirumah ini. Bahkan Mas tidak pernah menanyakan apa aku baik-baik saja
atau tidak, apa aku sudah makan atau belum, apa aku sudah tidur atau tidak, apa
anak kita baik-baik saja atau tidak. Bahkan aku tidak tahu kalau aku sudah
makan, sudah mandi atau bahkan istrahat dan tidur hanya karena aku sibuk
mengurusi anak kita. Tapi, aku tak pernah menuntut apa-apa dari Mas. Aku hanya
berharap Mas mengerti dengan keadaanku saat ini yang harus mengurusi anak kita.
Maafkan aku Mas jika telah membuatmu kecewa. Jika suatu saat terjadi sesuatu
padaku, aku minta agar Mas merawat anak kita dengan baik. Dan jika Mas
menemukan wanita yang lebih baik dariku, aku ikhlas Mas menikahinya. Sekali
lagi aku minta maaf Mas’’.
Setelah berkata demikian, ku lihat
tubuh istriku tiba-tiba mengejang dan dari mulutnya mengeluarkan busa yang
sangat banyak. Dan seketika tubuhnya jatuh kelantai, aku sangat kaget dan teriak
minta tolong. Saat dalam perjalanan menuju rumah sakit, ia menghembuskan nafas
terakhirnya. Aku hanya bisa menangis meratapi kepergiannya. Aku sangat
menyesali semua perbuatanku padanya. Aku sangat menyesal karena harus
meninggalkan kesan yang buruk padanya saat menjelang kepergiannya. Aku
sangat menyesal karena tidak bisa menjadi suami yang baik dan mengerti
posisinya sebagai seorang ibu rumahtangga. Aku sangat menyesal karena tidak
pernah sekalipun menanyakan kondisi kesehatannya.
Maafkan aku sayang!, karena harus
membuat hidupmu terluka. Semoga engkau bahagia di alam sana. Dan aku memaafkan
semua kesalahanmu padaku, dan semoga juga engkau memaafkan semua salahku. Aku
berjanji akan merawat anak kita dengan baik. Sekarang aku baru sadari kalau
mengurusi anak dan pekerjaan rumah tenyata sangat sulit, bahkan lebih sulit
jika dibandingkan dengan pekerjaanku di kantor.
Oleh : Irwanto Jasman.
(29 Januari
2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar